Archive for September, 2007

Penghargaan Karya Jurnalistik Copa Dji Sam Soe Indonesia 2007

September 22, 2007

PENGHARGAAN karya jurnalistik Copa Dji Sam Soe Indonesia kembali digelar. Penghargaan terhadap karya jurnalistik memang sudah menjadi agenda Dji Sam Soe dalam menghargai karya para jurnalis, baik tulis maupun fotografer.

Penghargaan ini terbuka untuk semua jurnalis media cetak dan online di seluruh Indonesia. Penghargaan jurnalistik Copa Dji Sam Soe Indonesia 2007 yang bertema ‘Indonesia Satu Dalam Copa Dji Sam Soe’ ini akan diseleksi oleh para juri-juri berkompeten.

Dibanding penghargaan jurnalistik pada dua musim sebelumnya, ada perubahan untuk musim 2007 ini. Pemberian penghargaan tidak lagi dilakukan di setiap babak, tapi langsung dari Babak I (64 Besar) sampai final. Bila memenuhi kriteria yang telah ditetapkan akan terpilih 5 terbaik untuk kategori tulisan maupun foto.

Wartawan dan fotografer dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti lomba ini melalui situs http://www.djisamsoe. com/karyajurnali stikcopa. Bila hendak mengirimkan karya melalui pos, bisa ditujukan ke PO BOX 4333 JKTM 12700, dengan mencantumkan tulisan pada pojok kiri atas amplop, ”Penghargaan Karya Jurnalistik Copa Dji Sam Soe Indonesia 2007”. Karya ditunggu paling lambat 31 Januari 2008.

Informasi lengkap dan terkini seputar Copa Dji Sam Soe Indonesia 2007 juga dapat dilihat melalui website http://www.djisamsoe. com. (*)

Penghargaan Tahunan AJI-UNICEF untuk Karya Jurnalistik

September 18, 2007

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerjasama dengan The United Nations Children’s Fund (UNICEF) mengadakan seleksi “Penghargaan Tahunan AJI-UNICEF
untuk Karya Jurnalistik Terbaik tentang Anak”

Peliputan tentang anak semakin mendapat perhatian di tahun ini, khususnya dengan mencuatnya kasus penculikan Raisah Ali. Pada tahun sebelumnya, Mohammad Azwar atau Raju, juga mendapat sorotan media. Raju, bocah berusia delapan tahun sempat mendekam di rumah tahanan Pangkalan Brandan Langkat, Sumatera Utara karena berkelahi dengan kakak kelasnya. Pada tahun 2004-2005, kasus busung lapar yang muncul di Nusa Tenggara Timur dengan korban termasuk anak-anak juga mendapat perhatian media.

Dari beberapa kasus, terlihat bahwa media hanya akan memberitakan soal anak ketika ada kasus besar yang menghebohkan. Apakah ini karena pemberitaan tentang anak dianggap kurang layak jual? Pada kebijakan media, peliputan tentang anak ditempatkan pada ranking kesekian.

Penelitian yang dilakukan AJI di tahun 2006-2007 di 7 kota di Indonesia, mendapatkan kenyataan bahwa peliputan tentang anak memang tidak dianggap sebagai isu seksi. Ibaratnya hanya sebagai pelengkap dan tak memiliki daya jual. Dari 132 jurnalis (100%), sebanyak 42 jurnalis (31,81 %) mengatakan, pemberitaan tentang anak sudah dilakukan, meskipun tidak dalam setiap edisi. Sebanyak 54 jurnalis (40,90%) mengaku medianya jarang atau kadang-kadang saja memuat berita soal anak. Lalu sekitar 30 jurnalis (22,72%) menyatakan medianya hampir memuat permasalahan anak setiap edisi terbit. Sedangkan sebanyak 6 jurnalis (4,54%) mengatakan medianya tidak pernah memuat permasalahan anak.

Lalu, apakah media telah ramah pada anak? Apakah media pada saat melakukan peliputan mempertimbangkan psikologis anak? Inilah ide awal yang mendorong AJI-UNICEF untuk memberikan “Penghargaan Tahunan AJI-UNICEF untuk Karya Jurnalistik Terbaik tentang Anak”. Sebelumnya pada penghargaan AJI-UNICEF tahun lalu, isu kekerasan menempati posisi teratas. Banyak jurnalis yang memotret kehidupan remaja di balik terali besi. Setelah itu, isu anak dan kasus-kasus kesehatan menempati urutan berikutnya.

Pada tahun ini kami bermaksud kembali memberikan “Penghargaan Tahunan AJI-UNICEF untuk Karya Jurnalistik Terbaik tentang Anak” dengan memperluas kriteria kepesertaan yang terdiri dari jurnalis media cetak/on line, radio dan televisi. Penghargaan ini diharapkan dapat menampilkan karya jurnalistik yang berbobot dan berprespektif anak.

Ketentuan
1. Karya jurnalistik ( cetak/on line, radio, TV ) berupa feature tentang anak.
2. Setiap jurnalis/media baik media cetak/online, radio dan televisi seluruh Indonesia dapat mengikuti perlombaan ini. Karya dilengkapi dengan fotokopi kartu pers yang masih berlaku.
3. Setiap peserta hanya bisa mengajukan satu karya.
4. Karya peserta harus pernah dipublikasikan pada media massa umum pada periode waktu antara 1 September 2006 – 25 Oktober 2007.
5. Karya harus sudah diterima panitia paling lambat 31 Oktober 2007. Tepatnya pukul : 17:00 WIB.
6. Karya harus dilengkapi dengan pernyataan bahwa karya adalah karya orisinal, bukan saduran, terjemahan dan tidak termasuk advertorial komersial.
7. Ralat, jika ada, harus disertakan.
8. Karya belum pernah memenangkan lomba jurnalistik.
9. Karya yang sudah dikirim ke panitia tidak akan dikembalikan.
10. Keputusan juri tidak bisa diganggu gugat.
11. Untuk karya di media cetak, peserta harus mengirim copy asli kliping beserta soft copy karya yang sudah dimuat. Untuk media online, peserta harus mengirim karya berupa print out yang sudah di-copy langsung dari situs beritanya. Redaktur media online yang bersangkutan juga diminta membuat pernyataan bahwa karya yang dikirimkan memang pernah dimuat di media tersebut.
12. Untuk karya di media radio, peserta harus mengirim karyanya dalam bentuk kaset atau compact disk (CD). Untuk karya di media televisi, peserta harus mengirimkan karyanya dalam bentuk kaset video compact disk (VCD). Diharapkan agar menuliskan nama dan asal media di kepingan CD dan VCD.

13. Hadiah yang diberikan masing-masing sebesar Rp 6,5 juta (pemenang I per kategori), Rp 5 juta (pemenang II per kategori) dan Rp 4 juta (pemenang III per kategori)
14. Kirimkan karya jurnalistik ke Sekretariat AJI Indonesia di : Jl. Kembang Raya 6, Kwitang, Senen, Jakarta Pusat 10420 atau via e-mail ke sekretariatnya_ aji@yahoo. com. Nomor Telepon/fax : 021-3151214/ 021-3151261. Atau hubungi panitia “Penghargaan Tahunan AJI-UNICEF untuk Karya Jurnalistik Terbaik tentang Anak” via email lidbahaweres@ yahoo.com via telepon dengan Alida (HP : 081330392480, 02199587758) atau Minda (HP:08128572252) .

Dewan Juri Lomba Penulisan Anak
I. Dewan Juri Kategori Cetak
a. Santi Kusumaningrum (UNICEF)
b. Willy Pramudya (AJI)
c. Ninuk Mardiana Pambudy (Jurnalis Senior Kompas)
d. Magdalena Sitorus (Komisi Perlindungan Anak)

II. Dewan Juri Kategori TV
a. Dwi Fatan Lilyana (UNICEF)
b. Eddy Suprapto (AJI)
c. Don Bosco (Komisi Penyiaran Indonesia)
d. Irwanto (Peneliti dan Dosen Psikologi Universitas Atmajaya
Jakarta)

III. Dewan Juri Kategori Radio
a. Kendartanti Subroto (UNICEF)
b. Heru Hendratmoko (AJI)
c. Arya Gunawan (UNESCO)
d. Aris Merdeka Sirait (Komnas Perlindungan Anak Indonesia)

Membaca Peta Politik Jawa Barat

September 15, 2007

SEKITAR tujuh bulan lagi, rakyat Jawa Barat akan larut dalam ingar-bingar Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar. Namun saat ini suasana politik Jabar sudah menghangat seiring geliat dan manuver sejumlah partai politik untuk memunculkan calon-calon gubernur dan wakil gubernur unggulan.

DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jabar memulai manuver dengan menggandeng PKPB. Koalisi ini untuk bertujuan untuk memenuhi persyaratan minimal 15 persen perolehan suara. Dengan koalisi ini, PKS bisa memunculkan calon gubernur dan wakil gubernur secara mandiri. Di kalangan internal, PKS tengah menggodok lima nama untuk diajukan sebagai calon.

Di lain pihak, DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Jabar dan DPD Partai Golkar membuka pendaftaran untuk menjaring calon gubernur dan wakil gubernur. Pendaftaran ini untuk menunjukkan bahwa parpol transparan menjaring pemimpin.

PAN memiliki sejumlah nama untuk diajukan sebagai jagoan. Ada Ahmad Adib Zain, Dede Yusuf, Danny Setiawan, dan Irianto “Yance’ Syafiudin. Sementara internal Golkar sejak awal sudah mengusung Danny Setiawan. Sementara untuk pasangannya, sejumlah pihak sudah menyiapkan Uu Rukmana, Ketua DPP Partai Golkar Jabar. Juga nama Yance kembali mencuat untuk dipasangkan dengan Danny.

Sedangkan PDIP, sejak awal juga konsisten mengusung Rudi Harsa Tanaya sebagai cagub atau cawagub. Namun belum terang benar, plot mana yang akan diambil Rudi. Apakah tampil sebagai calon gubernur atau hanya sebagai calon wakil gubernur.

Ini tentu terkait dengan “koalisi” di tingkat nasional. Partai Golkar dan PDIP sudah ikrar untuk jalan bersama menghadapi Pilkada di daerah-daerah. Hal itu yang ditunjukkan saat Pilkada DKI Jakarta dan Pilkada Kota Cimahi. Golkar dan PDIP bergabung bersama aliansi parpol kecil dan menang.

Langkah itu sudah diambil PDIP dengan menggandeng PKB dan 13 partai kecil untuk berkoalisi. Jika dengan koalisi ini PDIP berani memunculkan paket calon gubernur dan wagub sendiri, tentu medan pertempuran semakin ramai dan mengubah positioning. Karena hal itu berarti Rudi tinggal menunggu siapa yang akan dipasangkan dengannya.

Namun menilik apa yang dilakukan PBR, yang notabene anggota aliansi partai kecil dan berkoalisi dengan PDIP, yang justru menggandengan Danny Setiawan dan Rudi Harsa sebagai pasangan ideal, menunjukkan minat Rudi untuk dipasangkan dengan Danny dan menjaga eksistensi koalisi nasional masih kuat.

Sementara partai yang belum memutuskan untuk mendukung siapa, seperti PPP dan Partai Demokrat, walau tidak kentara, tentu sudah bergerak untuk mencari posisi yang menguntungkan.

Dari semua nama calon yang muncul, nama Danny Setiawan, tetap yang menjadi incaran nomor satu. Posisinya sebagai Gubernur Incumbent sangat strategis. Kalkulasinya, jika ingin memenangkan Pilgub, gandeng saja gubernur incumbent. Karena Danny memiliki akar jaringan yang kuat di masyarakat.

Jika Partai Golkar dan PDIP memunculkan calon dari kalangan internal sendiri, bakal terjadi perebutan suara yang sangat ketat. Hal itu berarti pula, pasangan cagub dan cawagub Jabar bisa lebih dari tiga. Satu dari Partai Golkar, satu dari koaliasi PDIP, PKB, dan aliansi parpol kecil, satu dari PPP dan Partai Demokrat atau PAN, dan satu lagi koalisi PKS dan PKPB.

Peta politik ini pasti terus bergerak seiring kian dekatnya hajatan besar demokrasi rakyat Jabar. Kita tinggal menunggu saja, berapa banyak partai yang berkoalisi dan siapa saja yang bakal manggung di Pilgub mendatang. (*)

Tribun, Jumat 14 September 2007

Kiat Menulis Resensi Buku

September 9, 2007

 Menulis resensi atau kritik buku sebenarnya nggak sulit. Kalau mau, kamu juga bisa. Nah, berikut ini ada beberapa tips agar kamu piawai menulis resensi.

  •  Tulisan resensi yang menggambarkan sinopsis harus sesuai dengan isi buku. Banyak peserta yang terdaftar dalam kompetisi ini ternyata kurang memahami isi buku sehingga sinopsis mereka berbeda dengan isi buku.
  •  Ketajaman analisa. Setelah memahami isi buku, kamu harus bisa menilai apakah isi buku bermanfaat atau tidak ? Jika memang bagus, beri penjelasan di mana letak sisi bagus itu. Begitu pun sebaliknya. Di samping itu, kamu harus pula menguasai pengetahuan lain sebagai bahan pembanding isi buku yang hendak kamu kritisi itu, termasuk di dalamnya menyikapi masalah yang ditampilkan buku tersebut.

Asal kamu tahu, prosentase terbesar kriteria penilaian          ada pada ketajaman analisa. Di sini, kamu harus bisa          mengaitkan masalah lain yang ada dengan masalah          yang diangkat buku itu. Dari sini, gagasan kamu dan isi         buku  mengenai masalah yang sama, bisa bertemu.        Tentu saja kamu bisa mengungkapkan ketidaksetujuan         atas gagasan penulis buku yang bersangkutan. Pada saat        yang sama, kamu juga harus menawarkan argumen        untuk mendukung pendapatmu.

  •  Gunakan bahasa yang terstruktur, lugas, dan jelas sehingga memudahkan pembaca memahami maksud kamu. Melalui bahasa semacam itu, kamu bisa menulis ulang isi atau materi yang terkandung dalam buku, kemudian mengkritisi isinya jika ada yang dinilai kurang tepat. Selain itu, penulis resensi juga harus memiliki kemampuan memahami isi buku secara benar.
  •  Terakhir, hindari penggunaan kalimat yang panjang dan bertele-tele. Kalimat panjang bisa mengaburkan pesan yang akan disampaikan. Jangan lupa, pilih kata-kata yang tepat untuk merangkai tulisan resensimu. Dengan cara ini, niscaya pembaca akan gampang memahami maksud kamu. Tidak sulit, kan? Oke deh, selamat mencoba. (*)

Sumber: Republika.co. id

Ketika Pohon Tak Lagi Jadi Pelindung

September 1, 2007

BANDUNG di akhir abad 19 dan awal abad 20. Adalah surga bagi para pelancong.  Alamnya yang sejuk, tata ruang kota yang merenah dengan arsitektur bangunan yang memikat, dan noni yang cantik-cantik, jadi alasan utama para pelancong berkunjung ke Bandung. Saking terkenalnya, orang pun menyetarakan Bandung dengan Paris di Eropa, sehingga muncullah sebutan Parijs van Java.

Keunggulan yang dimiliki Bandung adalah tersebarnya taman-taman kota dan pohon-pohon pelindung di sepanjang jalan. Itulah yang membuat Bandung menjadi sejuk dan segar. Ketika Daendels membuat Jalan Raya Pos dan melewati tatar Bandung, ia memerintahkan untuk menanam pohon Asam, Beringin, johar, dan kenari sebagai peneduh jalan. Pohon Ki Hujan, Kenari, Mahoni, Ganitri, Flamboyan, Cemara Gunung, dan Karet Munding, pun menghiasi jalan-jalan di Kota Bandung.

Hingga kini, masih banyak pohon yang usianya lebih dari seratus tahun, seperti pohon karet di halaman Kantor Pusat PT KA Jalan Perintis Kemerdekaan atau pohon Ki Hujan di pelataran Balai Kota.

Kepedulian warga terhadap pohon-pohon peneduh yang menjadi ciri Kota Bandung ini merupakan modal utama menjaga Bandung tetap sejuk. Sayangnya, pembangunan dewasa ini kurangmemperhitungkan persoalan lingkungan. Tengok saja ketika pelebaran jalan di Terusan Pasteur. Puluhan pohon Palem Raja yang usianya puluhan tahun menjadi korban. Dan kini sepanjang jalan menuju ke Jembatan Paspati itu kering kerontang, tak menunjukkan Bandung yang sejuk. Lebih tragis lagi, pepohonan di Kota Bandung tak lagi ramah dan jadi pelindung bagi warganya, Kasus pohon tumbang sering terjadi. Saat angin ribut menerpa, beberapa pohon, dan juga billboard iklan, terhumbalang. Sebagian menimpa rumah dan kendaraan. Bahkan merenggut nyawa.

Tahun ini saja, ada tiga kasus pohon tumbang yang menelan korban jiwa. Pertama di Jalan Diponegoro, kedua di Jalan Aceh, dan terakhir di Jalan Tamansari.

Banyak hal yang menyebabkan pohon tumbang, diantaranya faktor dari dalam pohon itu sendiri, seperti akar keropos, dahan rapuh, dan pohon berusia tua. Bisa juga faktor dari
luar, seperti serangan angin ribut atau sengaja diracun agar pohon mati.

Tentu ini harus menjadi perhatian bersama. Karena masih ada sekitar 150-200 pohon yang kondisinya mengkhawatirkan dan terancam tumbang. Jika tidak segera ditangani, ini bisa menjadi peluru maut yang menyebabkan keselamatan dan keamanan warga terancam. Sangat mungkin, orang akan takut melewati Jalan Tamansari, Juanda, Cipaganti, karena di sanalah paling banyak terdapat pohon-pohon besar berusia tua.

Saatnya kita berupaya keras menjaga kelestarian pohon-pohon tua. Karena pohon-pohon itu sangat menolong kehidupan warganya. Di tengah cuaca terik dan iklim yang tak menentu, pohon-pohon itu masih bisa melindungi. Udara segar yang setiap pagi kita hirup, bisa jadi berasal dari pohon-pohon Ki Hujan, Mahoni, dan Tanjung, di Jalan Cipaganti, Dago, dan Tamansari. (*)

Tribun Jabar, September 2007